Sabtu, 12 Desember 2009

Perjuangan Atabah yang Merindukan Mati Syahid

Ada seorang sahabat yang bernama Atabah bin Rabiah al- Mas’ud.

Ia sahabat yang sangat berani dan memiliki semangat jihad yang begitu menggelora di dalam dirinya. Dalam setiap pertempuran yang ia ikuti, cita-citanya adalah untuk membela agama Allah dan memperoleh mati syahid pada setiap pertempuran melawan musuh Allah,, selalu diikuti Atabah dengan penuh semangat dan pengharapan mati Syahid.

Pada suatu hari ada yang sangat aneh. Saat itu Atabah baru saja kembali dari sebuah peperangan. Dan tak lama kemudian ia bergegas untuk berthawaf. Di depan ka’bah inilah Atabah berdoa : “ Ya Rabbku, ampunilah orang malang, Ya Rabbku ampunilah orang malang …..”

Doa itu diulang terus sepanjang ia melakukan thawaf. Orang-orang yang mendengarnya sangat heran. Salah seorang dari mereka menghapiri Atabah dan bertanya: “Atabah, kedengarannya doamu itu aneh sekali. Siapa yang kamu maksud orang yang malang? “ orang malang itu aku, “ jawab Atabah dengan sendiri.

Temannya bertambah heran. “kamu orang yang malang! Bukankah kamu orang yang berbahagia?”

Atabah menggeleng. “ Tidak, kini aku orang yang malang.”

“Mengapa begitu? “ Tanya sahabatnya lagi. “Bukankah kamu baru saja dibebaskan dari tawanan tentara Romawi dan dapat kembali dengan selamat” Dalam peperangan yang lalu itu, pasukan Atabah memang sempat tertawan musuh. Dan Atabah adalah satu-satunya anggota pasukan yang kembali dengan selamat.

“Justru karena itulah aku menjadi orang malang, “tutur atabah.

Sahabatnya kembali terdiam menunggu kelanjutanucapan Atabah.

“Awalnya begini. Dalam peperangan kemarin, aku termasuk dalam sepuluh orang pasukan berkuda yang bertugas menuju kamp musuh untuk memantau gerak gerik dan keadaan mereka.

Namun rupanya musuh telah mengetahui kedatangan kami. Dan kami mulai diserang. Kami melawan musuh dengan semaksimal mungkin, karena tentara musuh sangat banyak dan siap mengepung kami akhirnya kami pun tertangkap”.

“Selama dalam penawanan mereka kami hanya bisa berdoa dan memohon kepada Allah agar kaum muslimin diberi kemenangan”. Pada suatu hari berita kemenangan kaum muslimin pun terdengar, bahkan anak paman dari raja Romawi terbunuh dalam peperangan itu.

Raja Romawi mendengar berita itu sangat marah, ia segera memutuskan untuk menghukum mati para tawanan. Semua tawanan digiring menuju lapangan terbuka untuk dibantai. Sebelum melaksanakan hukuman itu para tawanan menyempatkan untuk sholat dan terus menurus berzikir serta doa kepada Allah. Tak lama, kami pun diikat dan mata kami ditutup dengan kain, Raja Romawi pun datang untuk menyaksikan pembunuhan para tawanan, namun salah seorang mentri kerajaan mengusulkan kepada raja : “ Wahai raja bagaimana kalau kita buka ikatan mata mereka agar mereka dapat saling melihat ketika kawannya kita bunuh. Raja Romawi menyetujui usulan tersebut dan mulailah kami dibantai satu persatu.”

Wajah Atabah terlihat sedih setelah mengenang teman-temannya yang dibantai.

“Tetapi Subhanallah, sahabat, “ kata Atabah melanjutkan ceritanya. Setiap kali pedang menebas leher teman-teman pasukanku, maka setiap kali pula aku melihat langit terbuka. Lalu tampaklah olehku para malaikat turun dari langit dengan keceriaan dan kegembiraan. Mereka menyambut arwah para syuhada itu dengan sebuah penyambutan yang sangat meriah dan mengagumkan.

“Pemandangan itu berlangsung sebanyak Sembilan kali, dan aku begitu menanti-nantikan saat datangnya kesempatan bagi diriku untuk menjadi seorang syuhada.”

Setelah aku menanti untuk hukuman tiba-tiba saja mentri Raja berkata lagi, “ Wahai Raja bagaimana kalau kita biarkan saja tawanan ini bebas kembali ke perkampungan muslim, supaya ia bisa menceritakan kepada teman-temannya apa yang sudah kita lakukan pada teman-temannya.” Raja Romawi kembali menyetujui usulan itu dan mereka tertawa terbahak-bahak, karena merasa sudah menghinakan umat muslim. Tetapi teman, aku sungguh menyesal, mengapa aku harus bebas dan kembali, sementara teman-teman ku telah mendapat kesyahidannya.

Karena itu mungkin engkau mengerti kini mengapa aku menyebut diriku sebagai orang yang paling malang, karena memang aku merasakan kamalangan karena belum mendapakan syahid. Sahabat Atabah kini mengerti apa yang disedihkan oleh Atabah. Sungguh, pembebasan dirinya bukanlah sebuah cerita kegembiraan bagi Atabah. Di saat kesempatan syahid muncul di hadapan matanya, cita-cita suci yang telah lama diidam-idamkan itu ternyata belum juga dapat terlaksana. Akan tetapi, Allah yang penuh rahmat akhirnya mengabulkan doa dan impian Atabah. Pada peperangan berikutnya Atabah mendapatkan kesyahidan yang dicita-citakannya.

Kamis, 23 Juli 2009

Canda dan Lidah

Hidup terasa hambar dan datar tanpa humor dan canda bagaikan masakan tanpa garam. Namun hanya dalam kadar kuantitas, kualitas dan penyajian tertentu akan menjadi penyedap kehidupan. Suatu kali Imam Al Ghazali melontarkan 6 pertanyaan kepada murid-muridnya yang hadir dalam majelis ta’limnya. Salah satunya adalah: Benda apa yang paling tajam di dunia ini?. Beragam jawaban muncul dari murid-murid beliau. Pisau, silet, sampai pedang. Imam Al Ghazali menanggapi jawaban murid-muridnya tersebut. “Betul, semua benda yang kalian sebutkan itu tajam. Tapi ada yang lebih tajam dari itu semua. Yaitu LIDAH”.

Meskipun lidah tidak bertulang, namun memang lidah bisa lebih tajam dari apapun, karena dia bisa ‘merobek’ hati. Bahkan kadang lidah bisa membuat lubang menganga di hati lawan bicara yang mungkin perlu waktu lama untuk mengembalikannya ke kondisi semula.

Dalam keseharian, kewajiban menjaga lidah ini tidak saja harus kita laksanakan baik di kala sedang bicara serius ataupun di kala bercanda. Point terakhir ini seringkali membuat kita tidak sadar telah melukai hati teman kita. Kata-kata yang kita maksudkan sebagai candaan, seringkali menusuk hati teman kita, bisa karena bercanda yang keterlaluan, bercanda di saat yang tidak tepat, dan sebagainya. Karena di saat bercanda, seringkali kita tidak memperhatikan bagaimana mood teman kita itu yang sebenarnya.

Memang bercanda kadang diperlukan untuk memecahkan kebekuan suasana sebagaimana yang dikatakan Said bin Al-’Ash kepada anaknya. “Kurang bercanda dapat membuat orang yang ramah berpaling darimu. Sahabat-sahabat pun akan menjauhimu.” Namun canda juga bisa berdampak negatif, yaitu apabila canda dilakukan melampaui batas dan keluar dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Canda yang berlebihan juga dapat mematikan hati, mengurangi wibawa, dan dapat menimbulkan rasa dengki.

Allah Swt. berfirman, Artinya: “Dan sesungguhnya Dia-lah yang membuat orang tertawa dan menangis” (QS An-Najm: 43).

Menurut Ibnu ‘Abbas, berdasarkan ayat ini, canda dengan sesuatu yang baik adalah mubah (boleh). Rasulullah Saw. pun sesekali juga bercanda, tetapi Rasulullah Saw. tidak pernah berkata kecuali yang benar. Imam Ibnu Hajar al-Asqalany menjelaskan ayat di atas bahwa Allah Swt. telah menciptakan dalam diri manusia tertawa dan menangis. Karena itu silakanlah Anda tertawa dan menangis, namun tawa dan tangis kita harus sesuai dengan aturan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.

Mungkin sebagian orang merasa aneh dengan pernyataan tersebut dan mencoba mengingkarinya, seperti yang pernah terjadi pada seseorang yang mendatangi Sufyan bin ‘Uyainah Rahimahullah. Orang itu berkata kepada Sufyan, “Canda adalah suatu keaiban (sesuatu yang harus diingkari).” Mendengar pernyataan itu Sufyan berkata, “Tidak demikian, justru canda sunnah hukumnya bagi orang yang membaguskan candanya dan menempatkan canda sesuai dengan situasi dan kondisi.”

Berikut ini adalah kaidah fiqih terkait canda dan humor sebagai panduan agar canda dan humor bernilai dan berdampak positif dan tidak justru berdampak dan bernilai negatif seperti menimbulkan luka hati atau ketersinggungan orang lain.

1. Tidak menjadikan simbol-simbol Islam (tauhid, risalah, wahyu dan dien) sebagai bahan gurauan. Firman Allah: “Dan jika kamu tanyakan mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. at-Taubah:65)

2. Jangan menjadikan kebohongan dan mengada-ada sebagai alat untuk menjadikan orang lain tertawa, seperti April Mop di masa sekarang ini. Sabda Rasulullah saw: “Celakalah bagi orang yang berkata dengan berdusta untuk menjadikan orang lain tertawa. Celaka dia, celaka dia.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim)

3. Jangan mengandung penghinaan, meremehkan dan merendahkan orang lain, kecuali yang bersangkutan mengizinkannya. Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan); dan jangan pula wanita mengolok-olokkan wanita-wanita lain., karena boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan); dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan pula kamu panggil-memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk gelar ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman..” (QS. al-Hujurat:11) “Cukuplah keburukan bagi seseorang yang menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim)

4. Tidak boleh menimbulkan kesedihan dan ketakutan terhadap orang muslim. Sabda Nabi saw: “Tidak halal bagi seseorang menakut-nakuti sesama muslim lainnya.” (HR. ath-thabrani) “Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil barang saudaranya, baik dengan maksud bermain-main maupun bersungguh-sungguh.” (HR. Tirmidzi)

5. Jangan bergurau untuk urusan yang serius dan jangan tertawa dalam urusan yang seharusnya menangis. Tiap-tiap sesuatu ada tempatnya, tiap-tiap kondisi ada (cara dan macam) perkataannya sendiri. Allah mencela orang-orang musyrik yang tertawa ketika mendengarkan al-Qur’an padahal seharusnya mereka menangis, lalu firman-Nya: “Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis. Sedang kamu melengahkannya.” (QS. an-Najm:59-61). Hendaklah gurauan itu dalam batas-batas yang diterima akal, sederhana dan seimbang, dapat diterima oleh fitrah yang sehat, diridhai akal yang lurus dan cocok dengan tata kehidupan masyarakat yang positif dan kreatif.

6. Islam tidak menyukai sifat berlebihan dan keterlaluan dalam segala hal, meskipun dalam urusan ibadah sekalipun. Dalam hal hiburan ini Rasulullah memberikan batasan dalam sabdanya; “Janganlah kamu banyak tertawa, karena banyak tertawa itu dapat mematikan hati.” (HR. Tirmidzi). “Berilah humor dalam perkataan dengan ukuran seperti Anda memberi garam dalam makanan.” (Ali ra.). “Sederhanalah engkau dalam bergurau, karena berlebihan dalam bergurau itu dapat menghilangkan harga diri dan menyebabkan orang-orang bodoh berani kepadamu, tetapi meninggalkan bergurau akan menjadikan kakunya persahabatan dan sepinya pergaulan.” (Sa’id bin Ash).

www.dakwatuna.com

Selasa, 10 Februari 2009

Rasulullah S.A.W Dan Pengemis Buta

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta, hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya setiap hari hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.a. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayahanda engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayahanda lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abu Bakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah. Ke esokan harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abu Bakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abu Bakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada lagi. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar r.a.


Subhanallah